Sabtu, 18 Juni 2011

Marketik Politik dan dunia politik

Marketing politik juga menyediakan perangkat teknik dan metode marketing dalam dunia politik (Firmanzah, 2007)
Menurut Firmanzah (2008:203), dalam proses Political Marketing, digunakan penerapan 4Ps bauran marketing, yaitu:
1. Produk (product) berarti partai, kandidat dan gagasan-gagasan partai yang akan disampaikan konstituen.produk ini berisi konsep, identitas ideologi. Baik dimasa lalumaupun sekarang yang berkontribusi dalam pembentukan sebuah produk politik.
2. Promosi (promotion) adalah upaya periklanan, kehumasan dan promosi untuk sebuah partai yang di mix sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini, pemilihan media perlu dipertimbangkan.
3. Harga (Price), mencakup banyak hal, mulai ekonomi, psikologis, sampai citra nasional. Harga ekonomi mencakup semua biaya yang dikeluarkan partai selama periode kampanye. Harga psikologis mengacu pada harga persepsi psikologis misalnya, pemilih merasa nyaman, dengan latar belakang etnis, agama, pendidikan dan lain-lain . Sedangkan harga citra nasional berkaitan dengan apakah pemilih merasa kandidat tersebut dapat memberikan citra positif dan dapat menjadi kebanggaan negara.
4. Penempatan (place), berkaitan erat dengan cara hadir atau distribusi sebuah partai dan kemampuannya dalam berkomunikasi dengan para pemilih. Ini berati sebuah partai harus dapat memetakan struktur serta karakteristik masyarakat baik itu geografis maupun demografis.
Menggunakan 4Ps marketing dalam dunia politik menjadikan marketing politik tidak hanya sebatas masalah iklan, tetapi lebih komprehensif. Marketing politik menyangkut cara sebuah institusi politik atau PARPOL ketika menformulasikan produk politik, menyusun program publikasi kampanye dan komunikasi politik, strategi segmentasi untuk memenuhi kebutuhan lapisan masyarakat sampai ke perhitungan harga sebuah produk politik (Firmanzah, 2008: 211).
Jadi, inti dari political marketing adalah mengemas pencitraan, publik figur dan kepribadian (Personality) seorang kandidat yang berkompetisi dalam konteks Pemilihan Umum (PEMILU) kepada masyarakat luas yang akan memilihnya (Ibham: 2008). Dalam hal ini tujuan marketing dalam politik adalah bagaimana membantu PARPOL untuk lebih baik dalam mengenal masyarakat yang diwakili atau menjadi target dan kemudian mengembangkan isu politik yang sesuai dengan aspirasi mereka.

Politik dalam Pandangan Marketing
Politik adalah sesuatu yang abstrak, berdasarkan nilai, menawarkan harapan mengenai masa depan, visi dan janji yang dapat mempengaruhi kehidupan pemilihnya. O’Shaughnessy (2001) mengemukakan bahwa kepuasan dari proses konsumsi politik baru akan diperoleh dalam rentang waktu jangka panjang, dan erat hubungannya dengan ketidakpastian. Hal ini tercermin dari tidak berwujudnya konsumsi politik karena hasilnya tidak dapat langsung dinikmati oleh pemilih, tetapi akan di proses melalui mekanisme pembuatan kebijakan-kebijakan di lembaga pemerintahan.
Sebagai contoh, partai politik merupakan salah satu produk politik yang kompleks dan tidak berwujud. Kompleks karena partai politik yang mendapat kekuasaan untuk berkuasa adalah partai politik yang mayoritas dipilih dalam pemilu. Konsekuensinya adalah semua pemilih akan menikmati pilihan yang mayoritas dipilih oleh sebagian pemilih dalam pemilu.

Marketing Politik
Hughes (2006) menyatakan: ”In politics, the application of marketing centers on the analysis of needs centers on voters and citizens; the product becomes a multifaceted combination of the politician himself or herself, the politician’s image, and the platform the politician advocates, which is then promoted and delivered to the appropriate audience.” Di sini dapat diambil kesimpulan bahwamarketing politik sama dengan marketing pada umumnya yang berpusat pada kebutuhan pemilih. Kebutuhan pemilih yang menjadi pusat perhatian dalam membina hubungan jangka panjang antara partai politik dan pemilihnya. Dan untuk mengetahui kebutuhan pemilihnya ini, maka partai politik perlu melakukan riset untuk mengenali pemilihnya dalam konteks sebagai konsumen politik. Dengan demikian, bagi para politisi sangatlah penting untukberadaptasi dan mengaplikasikan konsep pemasaran ke dalam pengembangan kebijakan dan komunikasi yang dilakukannya(marketing politik) seiring perkembangan kebutuhan pemilih untuk dapat memberikan input dalam proses politik yang dilakukan dan kebutuhan pemilih untuk memperoleh kepuasan dari hasil pemilu yang dilaksanakan menyadarkan politisi akan pentingnya.
Marketing politik memiliki dua fungsi sekaligus, yaitu deskriptif dan preskriptif (memuat aturan-aturan dasar). Dalam fungsi deskriptifnya, analis marketing politik menyediakan suatu struktur bisnis untuk menjalankan, memetakan, mengartikan dan memadatkan dinamika sebuah kampanye partai politik, menawarkan kemungkinan baru dalam memenangkan pemilihan umum. Sementara itu, dalam fungsi preskriptif, banyak ahli yang mengungkapkan (secara eksplisit maupun implisit), bahwa marketing politik adalah suatu hal yang harus dilakukan partai politik dan kandidat untuk memenangkan pemilihan umum. Marketing politik bukan hanya sebuah disiplin, melainkan juga sebuah rekomendasi (0’Shaughnessy, 2001).
Marketing politik juga menyediakan perangkat teknik dan metode marketing dalam dunia politik (Firmanzah, 2007). Tujuan dari perangkat dan metode ini adalah untuk memahami, menganalisis kebutuhan dan keinginan pemilih, dan membina hubungan dengan pemilihnya. Dari hubungan dengan pemilih ini, akan terbangun kepercayaan, dan selanjutnya akan diperoleh dukungan suara mereka (O’Shaughnessy 2001). Perlu diperhatikan disini, bahwa kemenangan suatu partai politik diperoleh dengan mendapatkan suara mayoritas pemilih dalam pemilu. Untuk memperoleh suara mayoritas ini, partai politik perlu menetapkan marketing politik sebagai strategi jangka panjang (konsep permanen) untuk membangun kepercayaan (Dean & Croft 2000) mayoritas pemilih pemilu. Kepercayaan mayoritas pemilih pemilu hanya akan diperoleh jika partai politik terus konsisten menetapkan bauran pemasaran yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pemilih yang disasar.

Pro Kontra dalam Marketing Politik
Beberapa opini miring sempat dituduhkan ke marketing politik. Mengutip jurnal dari Richard (2004), sebagian praktisi politik mempunyai pemahaman yang berbeda mengenai marketing politik, pemahaman emosionalitas dalam marketing politik pada umumnya dikonotasikan sebagai hal yang negatif seperti manipulasi. Selain itu, Wells (1995) menemukan praktisi yang berpendapat marketingpolitik menyepelekan peran politik sebagai bentuk perjuangan demokrasi kedalam isu mengenai karisma dalam politik. Sedangkan Egan (1999) menyoroti implikasi marketing politik dalam prakteknyaakan mengurangi esensi isu politik dan lebih fokus kepada slogan yang unik. Berdasarkan potensi ketakutan terhadap marketing politik dan emosinya, maka marketing politik perlu dicermati sebagai suatu metode yang emosional dan sensitif dengan amanah untuk meningkatkan dan memperkuat proses demokratisasi.
Praktisi politik juga perlu mengetahui nilai utama dari marketingpolitik, yaitu adanya prioritas untuk meningkatkan usaha membangun hubungan jangka panjang dan memromosikan partai politik dengan pemilihnya kedalam proses komunikasi yang konstruktif (O’Cass, 1996). Kontribusi positif lain peran marketingkedalam politik adalah melalui caranya dalam mengemas pesan politik dalam bentuk advertising (Rothschild, 1978), membantu memetakan posisi sebuah partai politik diantara partai politik lainnya (Butler dan Collins, 1996), membantu mensegmentasikan pemilih berdasarkan geografis, demografi, perilaku dan psikografi (Smith dan Hirst, 2001). Kontribusi marketing dalam politik juga termasuk pemilihan media dengan mempertimbangkan kondisi sosio budaya suatu negara dan analisa latar belakang target sasarannya.
Skeptisme utama dari marketing politik adalah karena aplikasimarketing kedalam interaksi sistem sosial, dikhawatirkan akan menghancurkan struktur sosial dan menghancurkan reputasi ilmumarketing (Laczniak dan Miche, 1979). Karena sistem sosial merupakan spesialisasi fungsi, maka memasukkan marketing diluar sistem tradisional seperti hukum, politik, matematika, sosiologi, theologi dan psikologi sosial akan meruntuhkan spesialisasi fungsi sosial dan nantinya akan menghancurkan struktur sosial yang ada (Laczniak dan Miche, 1979). Skeptisme ini lebih lanjut lagi dapat mengarah kepada amerikanisasi kehidupan politik (Baines et al, 2001). Amerikanisasi yang dinyatakan disini adalah pengaruh dari berbagai media dalam membentuk persepsi publik sehingga masyarakat makin dijauhkan dengan ikatan ideologi. Masyarakat cenderung menerima pencitraan politik dibandingkan isu politik. Hal ini menyebabkan isu politik yang berkaitan erat dengan ideologi tidak diterima oleh publik, padahal ini merupakan nilai simbol yang menghubungkan individu dengan struktur sosialnya, dan bukan sesuatu yang diperjualbelikan.
Masalah lain yang menjadi perdebatan dalam marketing politik adalah skeptisme etika dan moral (Lazcniak et al., 1979; Lock dan Harris, 1996) dalam hubungannya dengan informasi yang disampaikan kepada publik. Seperti yang ada pada marketingtradisional, informasi yang diberikan kepada konsumen adalah informasi yang menguntungkan perusahaan dan organisasinya saja. Jika pemahaman yang dangkal mengenai konsep pemasaran seperti diatas terjadi dalam aplikasi marketing politik, maka pemilih hanya akan menerima informasi yang mempengaruhinya berperilaku positif kepada partai politik melalui iklan atau bahkan propaganda (Bauer et al, 1996). Padahal, ada juga informasi yang tidak menguntungkan partai politik, tapi pesan ini tidak disampaikan ke publik. Walaupun hal ini sulit terjadi di dalam era kebebasan informasi, namun tetap terbuka kemungkinan adanya konspirasi sistematik antara media dan partai politik yang menjadi klien media massa tersebut.

KESIMPULAN
Marketing politik adalah bagaimana meletakkan marketing dalam persaingan politik. Adanya iklan-iklan politik, brosur, market survei dan manajemen isu merupakan bentuk dari kegiatan marketing. Politisi dalam dunia politik yang makin terbuka, bebas dan transparan harus punya konsep dan teknik yang baik dan penerapan marketing bisa membantu hal tersebut. Tujuan dari marketing politik diantaranya adalah :
1. Menjadikan pemilih sebagai subjek dan bukan sebagai objek politik
2. Menjadikan permasalahan yang dihadapi pemilih sebagai langkah awal dalam menyusun program kerja yang ditawarkan dalam kerangka masing-masing ideology partai (Dermody & Scullion, 2001)
3. Marketing politik tidak menjamin sebuah kemenangan, tapi menyediakan tools bagaimana menjaga hubungan dengan pemilih untuk membangun kepercayaan dan selanjutnya memperoleh dukungan suara (O’Shaughnessy, 2001)

Political Marketing Theory, Research dan Application
Makalah Disusun Untuk Memenuhi Tugas Dari Mata Kuliah
“ Komunikasi Politik”


Dosen Pengampu :
Moch. Muwafiqillah, M.Fil.I





Disusun Oleh :


Disusun Oleh :
Diana Ningsih 933500508
Lulut Firmahani M 933500908

Jurusan Ushuludin Prodi Komunikasi Islam
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
( STAIN ) KEDIRI
2011





BAB I
P E N D A H U L U A N

A. Latar belakang
Perkembangan dunia politik di Indonesia saat ini memandang pemasaran sebagai salah satu ide untuk mencapai tujuan politik. Era keterbukaan yang berkembang di Indonesia menuntut transparansi serta persaingan secara sehat. Peter Dicker dalam Political Marketing seperti dikutip oleh Nursal (2004: 10) yang mengatakan bahwa sebuah organisasi dapat memenuhi karakteristik sebagai institusi pemasaran bila mengetahui kebutuhan dan keinginan pembeli, dan secara efektif mengkombinasikan dan mengatur keahlian dan sumberdaya organisasi untuk menyediakan tingkat kepuasan yang tinggi kepada konsumen.
Adapun di Indonesia, kampanye sering diartikan sebagai pawai motor, pertunjukan hiburan oleh para artis, pidato berapi-api dari para juru kontemporer (Juru Kampanye) penuh propaganda, caci maki dan ledekan sinis yang menyinggung kontestan lain. Dengan cara-cara seperti itu, pengertian kampanye sudah banyak disalah artikan karena realitas lapangan sering kali tidak sesuai dengan tujuan kampanye. Dalam dunia ilmu pengetahuan, kampanye dikenal dengan berbagai macam istilah. Di bidang pertanian, perikanan, kehutanan, dan kesehatan masyarakat, kampanye dikenal dengan istilah “penyuluhan”.
Kelebihan pemasaran politik di antaranya adalah kita dapat memakai pendidikan sebagai pendekatan. Istilah gampangnya, menjual sambil mendidik. Tujuannya adalah menjual parpol, tetapi caranya adalah dengan mendidik konstituen sehingga mereka melek politik. Pemasaran politik adalah upaya menjual produk parpol (political product) atau partai politik untuk menjadi pemenang dalam dunia politik.




B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian Political Marketing?
2. Apa saja yang termasuk dalam Political Marketing Theory, Research and Applicaton?
3. Adakah Pro Kontra dalam Political Marketing ?
4. Apakah Fungsi Political Marketing?























BAB II
P E M B A H A S A N

A. Pengertian Political Marketing
Political Marketing atau Pemasaran politik adalah sebuah konsep baru yang belum begitu lama dikenal dalam kegiatan politik. Ia merupakan konsep yang diintroduksi dari penyebaran ide-ide sosial di bidang pembangunan dengan meniru cara-cara pemasaran komersial. Tetapi orientasinya lebih banyak pada tatanan penyadaran, sikap, dan perubahan perilaku untuk menerima hal-hal baru. Cara penyebaran, seperti ini dilhat dari konteks dan orientasinya disebut “pemasaran sosial” yang secara substantif tidak jauh berbeda dengan istilah penyuluhan, sosialisasi, dan kampanye.
Dalam tulisan Bruce I. Newman dan Richard M.Perloff tentang Political Marketing : Theory, Research, and Application yang dikutip oleh Prisgunanto (2008) dari Handbook of Political Communication Research, pemasaran politik didefinisikan sebagai aplikasi prinsip-prinsip pemasaran dalam kampanye politik yang beraneka ragam individu, organisasi, prosedur-prosedur, dan melibatkan analisis, perkembangan, eksekusi, dan strategi manajemen kampanye oleh kandidat, partai politik, pemerintah, pelobi, kelompok-kelompok tertentu yang bisa digunakan untuk mengarahkan opini publik terhadap ideologi mereka.
Dari konteks aktivitas politik, pemasaran politik dimaksudkan adalah penyebaran informasi tentang kandidat, partai, dan program yang dilakukan oleh aktor-aktor politik (komunikator) melalui saluran-saluran komunikasi tertentu yang ditujukan kepada segmen (sasaran) tertentu dengan tujuan mengubah wawasan, keinginan pemberi informasi.
Menurut David J. Rahman, tujuan pemasaran politik tidak jauh beda dengan prinsip pemasaran komersial, yakni proses perencanaan dan penetapan harga, promosi, dan penyebaran ide-ide, barang dan layanan jasa untuk menciptakan pertukaran pesan guna memenuhi kepuasan individu dan tujuan organisasi.
B. Political Marketing Theory
Politik pemasaran melibatkan sejumlah konsep dan teori-teori yang telah digunakan secara tradisional oleh organisasi untuk keuntungan dalam penjualan barang dan jasa kepada konsumen. Bagian ini menyoroti penerapan prosedur yang sama untuk politik pasar di mana kandidat, pejabat pemerintah, dan partai politik menggunakan teknik-teknik untuk mendorong opini publik ke arah yang diinginkan. Prinsip yang sama yang beroperasi di pasar komersial terus benar di politik pasar: perusahaan-perusahaan sukses memiliki orientasi pasar dan selalu terlibat dalam menciptakan nilai bagi pelanggan mereka.
Dengan kata lain, pemasar harus mengantisipasi kebutuhan pelanggan mereka dan terus-menerus mengembangkan produk yang inovatif dan layanan untuk mempertahankan pelanggan mereka puas. Politisi memiliki orientasi yang sama dan terus mencoba untuk menciptakan nilai bagi konstituen mereka dengan meningkatkan kualitas hidup dan menciptakan manfaat biaya paling terendah Hal ini telah menjadi tidak mungkin untuk tidak memasukkan orientasi pemasaran saat menjalankan di perkantoran atau ketika menjalankan pemerintahan suatu negara. Politik hari ini semakin dipengaruhi oleh pemasaran, dan metode teknologi yang sama yang digunakan oleh perusahaan Amerika untuk memasarkan produk juga digunakan oleh politisi untuk pasar diri dan ide-ide mereka. Presiden modern harus bergantung pada pemasaran tidak hanya untuk memenangkan pemilihan, tetapi untuk menjadi sukses sebagai pemimpin setelah memasuki Gedung Putih (White House).
Bab ini mengkaji daerah berkembang pemasaran politik, berfokus pada baik makro dan mikro tingkat, sintesis perspektif teoretis dominan, dan memeriksa proses psikologis yang mendasari efek pemasaran. perhatian kepada psikologi pemasaran politik, percaya bahwa pemahaman yang komprehensif efek pemasaran adalah tidak mungkin tanpa menghargai mekanisme dimana pesan persuasif mengerahkan dampaknya.
Marketing politik juga menyediakan perangkat teknik dan metode marketing dalam dunia politik. Menurut Firmanzah (2008:203), dalam proses Political Marketing, digunakan penerapan 4P bauran marketing, yaitu:
1. Produk (product) berarti partai, kandidat dan gagasan-gagasan partai yang akan disampaikan konstituen.produk ini berisi konsep, identitas ideologi. Baik dimasa lalumaupun sekarang yang berkontribusi dalam pembentukan sebuah produk politik.
2. Promosi (promotion) adalah upaya periklanan, kehumasan dan promosi untuk sebuah partai yang di mix sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini, pemilihan media perlu dipertimbangkan.
3. Harga (Price), mencakup banyak hal, mulai ekonomi, psikologis, sampai citra nasional. Harga ekonomi mencakup semua biaya yang dikeluarkan partai selama periode kampanye. Harga psikologis mengacu pada harga persepsi psikologis misalnya, pemilih merasa nyaman, dengan latar belakang etnis, agama, pendidikan dan lain-lain . Sedangkan harga citra nasional berkaitan dengan apakah pemilih merasa kandidat tersebut dapat memberikan citra positif dan dapat menjadi kebanggaan negara.
4. Penempatan (place), berkaitan erat dengan cara hadir atau distribusi sebuah partai dan kemampuannya dalam berkomunikasi dengan para pemilih. Ini berati sebuah partai harus dapat memetakan struktur serta karakteristik masyarakat baik itu geografis maupun demografis.
Menggunakan 4P marketing dalam dunia politik menjadikan marketing politik tidak hanya sebatas masalah iklan, tetapi lebih komprehensif. Marketing politik menyangkut cara sebuah institusi politik atau PARPOL ketika menformulasikan produk politik, menyusun program publikasi kampanye dan komunikasi politik, strategi segmentasi untuk memenuhi kebutuhan lapisan masyarakat sampai ke perhitungan harga sebuah produk politik
Jadi, inti dari political marketing adalah mengemas pencitraan, publik figur dan kepribadian (Personality) seorang kandidat yang berkompetisi dalam konteks Pemilihan Umum (PEMILU) kepada masyarakat luas yang akan memilihnya (Ibham: 2008). Dalam hal ini tujuan marketing dalam politik adalah bagaimana membantu PARPOL untuk lebih baik dalam mengenal masyarakat yang diwakili atau menjadi target dan kemudian mengembangkan isu politik yang sesuai dengan aspirasi mereka.
C. Politik dalam Pandangan Marketing
Politik adalah sesuatu yang abstrak, berdasarkan nilai, menawarkan harapan mengenai masa depan, visi dan janji yang dapat mempengaruhi kehidupan pemilihnya. O’Shaughnessy (2001) mengemukakan bahwa kepuasan dari proses konsumsi politik baru akan diperoleh dalam rentang waktu jangka panjang, dan erat hubungannya dengan ketidakpastian. Hal ini tercermin dari tidak berwujudnya konsumsi politik karena hasilnya tidak dapat langsung dinikmati oleh pemilih, tetapi akan di proses melalui mekanisme pembuatan kebijakan-kebijakan di lembaga pemerintahan.
Sebagai contoh, partai politik merupakan salah satu produk politik yang kompleks dan tidak berwujud. Kompleks karena partai politik yang mendapat kekuasaan untuk berkuasa adalah partai politik yang mayoritas dipilih dalam pemilu. Konsekuensinya adalah semua pemilih akan menikmati pilihan yang mayoritas dipilih oleh sebagian pemilih dalam pemilu.
D. Fungsi Political Marketing
Marketing politik memiliki dua fungsi sekaligus, yaitu deskriptif dan preskriptif (memuat aturan-aturan dasar). Dalam fungsi deskriptifnya, analis marketing politik menyediakan suatu struktur bisnis untuk menjalankan, memetakan, mengartikan dan memadatkan dinamika sebuah kampanye partai politik, menawarkan kemungkinan baru dalam memenangkan pemilihan umum.
Sementara itu, dalam fungsi preskriptif, banyak ahli yang mengungkapkan (secara eksplisit maupun implisit), bahwa marketing politik adalah suatu hal yang harus dilakukan partai politik dan kandidat untuk memenangkan pemilihan umum. Marketing politik bukan hanya sebuah disiplin, melainkan juga sebuah rekomendasi.
E. Pro dan Kontra Political Marketing
Praktisi politik juga perlu mengetahui nilai utama dari marketing politik, yaitu adanya prioritas untuk meningkatkan usaha membangun hubungan jangka panjang dan memromosikan partai politik dengan pemilihnya kedalam proses komunikasi yang konstruktif Kontribusi positif lain peran marketing edalam politik adalah melalui caranya dalam mengemas pesan politik dalam bentuk advertising membantu memetakan posisi sebuah partai politik diantara partai politik lainnya membantu mensegmentasikan pemilih berdasarkan geografis, demografi, perilaku dan psikografi. Kontribusi marketing dalam politik juga termasuk pemilihan media dengan mempertimbangkan kondisi sosial budaya suatu negara dan analisa latar belakang target sasarannya.
Skeptisme utama dari marketing politik adalah karena aplikasi marketing kedalam interaksi sistem sosial, dikhawatirkan akan menghancurkan struktur sosial dan menghancurkan reputasi ilmu marketing . Karena sistem sosial merupakan spesialisasi fungsi, maka memasukkan marketing diluar sistem tradisional seperti hukum, politik, matematika, sosiologi, theologi dan psikologi sosial akan meruntuhkan spesialisasi fungsi sosial dan nantinya akan menghancurkan struktur sosial yang ada .
Skeptisme ini lebih lanjut lagi dapat mengarah kepada amerikanisasi kehidupan politik . Yang dinyatakan disini adalah pengaruh dari berbagai media dalam membentuk persepsi publik sehingga masyarakat makin dijauhkan dengan ikatan ideologi. Masyarakat cenderung menerima pencitraan politik dibandingkan isu politik. Hal ini menyebabkan isu politik yang berkaitan erat dengan ideologi tidak diterima oleh publik, padahal ini merupakan nilai simbol yang menghubungkan individu dengan struktur sosialnya, dan bukan sesuatu yang diperjualbelikan.
Masalah lain yang menjadi perdebatan dalam marketing politik adalah skeptisme etika dan moral dalam hubungannya dengan informasi yang disampaikan kepada publik. Seperti yang ada pada marketing gtradisional, informasi yang diberikan kepada konsumen adalah informasi yang menguntungkan perusahaan dan organisasinya saja. Jika pemahaman yang dangkal mengenai konsep pemasaran seperti diatas terjadi dalam aplikasi marketing politik, maka pemilih hanya akan menerima informasi yang mempengaruhinya berperilaku positif kepada partai politik melalui iklan atau bahkan propaganda. Padahal, ada juga informasi yang tidak menguntungkan partai politik, tapi pesan ini tidak disampaikan ke publik. Walaupun hal ini sulit terjadi di dalam era kebebasan informasi, namun tetap terbuka kemungkinan adanya konspirasi sistematik antara media dan partai politik yang menjadi klien media massa tersebut.







BAB III
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Marketing politik adalah bagaimana meletakkan marketing dalam persaingan politik. Adanya iklan-iklan politik, brosur, market survei dan manajemen isu merupakan bentuk dari kegiatan marketing. Politisi dalam dunia politik yang makin terbuka, bebas dan transparan harus punya konsep dan teknik yang baik dan penerapan marketing bisa membantu hal tersebut. Tujuan dari marketing politik diantaranya adalah :
1. Menjadikan pemilih sebagai subjek dan bukan sebagai objek politik
2. Menjadikan permasalahan yang dihadapi pemilih sebagai langkah awal dalam menyusun program kerja yang ditawarkan dalam kerangka masing-masing ideology partai .
3. Marketing politik tidak menjamin sebuah kemenangan, tapi menyediakan tools bagaimana menjaga hubungan dengan pemilih untuk membangun kepercayaan dan selanjutnya memperoleh dukungan suara.
Menurut Lees-Marshment produk partai politik terdiri atas delapan komponen.
1. kepemimpinan (leadership) yang mencakup kekuasaan, citra, karakter, dukungan, pendekatan,hubungan dengan anggota partai, dan hubungan dengan media.
2. anggota parlemen (members of parliament) yang terdiri atas sifat kandidat, hubungan dengan konstituen.
3. keanggotaan (membership) dengan komponen-komponen kekuasaan, rekrutmen, sifat (karakter ideologi, kegiatan, loyalitas, tingkah laku, dan hubungan dengan pemimpin.
4. staf (staff), termasuk di dalamnya peneliti, para profesional, dan penasihat.
5. simbol (symbol) yang mencakup nama, logo, lagu/ himne.6. konstitusi (constitution) berupa aturan resmi dan konvensi.
7. kegiatan (activities), di antaranya konferensi, rapat partai. Kedelapan, kebijakan (policies) berupa manifesto dan aturan yang berlaku dalam partai. Jika kita cermati dengan saksama, kedelapan produk tersebut tidak lain tidak bukan adalah ”isi perut” partai politik.
Political Marketing diyakini dapat menjembatani dua pihak yang saling berinteraksi, yaitu partai politik dan masyarakat. Focus dalam hal ini adalah sikap partai politik terhadap masyarakat, dan bukan sebaliknya, sebab partai politik adalah entitas social yang terorganisasi dan memiliki perangkat organisasi untuk mencapai tujuannya, sementara masyarakat lebih terfragmentasi. Inisiatif seharusnya diambil oleh system social yang terorganisir dibandingkan dengan system social yang tidak terorganisir.

REFERENSI :

Agranoff, R. (1976). The management of election campaigns. Boston: Holbrook Press.

Aldrich, J. H. (1980). A dynamic model of presidential nomination campaigns. American Political Science
Review, 74, 65l–659.

Alexander, H. E. (1984). Financing politics: Money, elections, and political reform. Washington, DC: Congressional Quarterly Press.

Alker, H. R., et al. (Eds). (1973). Mathematical approaches to politics. New York: Elsevier Scientific.

Altschuler, B. E. (1982). Keeping a finger on the public pulse: Private polling and presidential elections.
Westport, CT: Greenwood Press.

Arrington, T. S., & Ingalls, G. L. (1984). Effects of campaign spending on local elections: The Charlotte
case. American Politics Quarterly, 12, 117–123.

Arterton, F. C. (1984). Media politics: The news strategies of presidential campaigns. Lexington, MA:
Lexington Books.

Asher, H. B. (1998). Polling and the public: What every citizen should know (4th ed.). Washington, DC:
Congressional Quarterly Press.

Asher, H. B. (1980). Presidential elections and American politics. Homewood, IL: Dorsey Press.
Asher, H. B. (1992). Polling and the public. Washington, DC: Congressional Quarterly Press.
http://www.siwah.com/pendidikan/marketing-politik/kampanye-dan-pemasaran.html
Prof. Dr. Hafied Cangara, M.Sc, Komunikasi Politik (Konsep, Teori, dan Strategi). (jakarta: Gravindo persada, 2009), 276
http://webandikamongilala.wordpress.com/2010/09/06/teori-marketing-politik/
http://kustanto.blogdetik.com/category/political-marketing/
ttp://www.siwah.com/pendidikan/marketing-politik/kampanye-dan-pemasaran.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar